Penduduk Kampung Di Kunak Terkejut Azan Subuh Awal Sejam Sebelum Waktu Tamat Bersahur

<

Tertarik dengan satu kejadian menarik di sebuah kampung di daerah Kunak, pada subuh 11 Ramadhan 2017 Masihi..Di mana azan subuh telah di laungkan awal sejam iaitu sekirtar jam 3:30am...Kejadian ini sekaligus membawa pelbagai reaksi penduduk kampong yang rata-rata beragama islam. Pada kebiasaanya sudah menjadi lumrah azan subuh menandakan tamatnya waktu untuk bersahur.


Azan pertama yang berkumandang di kampung tersebut menyebabkan ada sebahagian penduduk menjadi kelam kabut kerana sedang bersahur..Ada juga penduduk kampung yang marah kerana azan dilaungkan terlalu awal bukan pada waktunya..Ada juga sebahagian yang berpendapat mungkin bilal tersalah melihat jam, atau jamnya tersilap..

Setelah mendapat penjelasan dari imam solat subuh di kampung berkenaan, azan tersebut bukanlah disebabkan bilal tersalah melihat jam, atau tersalah waktu...Sebenarnya  ianya adalah amalan azan 2 kali waktu solat subuh..

Dimana  pada 11 Ramadhan 2017 Masihi dilaungkan dua kali.. iaitu pada sekitar 3:30am sejam sebelum waktu sebenar solat subuh bagi kawasan daerah Kunak iaitu 4:30am






Bagi menjelaskan tentang tatacara pelaksanaan azan subuh, dimana didalam masyarakat kita masih banyak kekeliruan dalam memahaminya, serta tatacara pelaksanaannya. Walaupun ada sebagian masyarakat yang menganggap ini perkara khilafiyah, oleh karena itu tidak perlu dibahas karena akan menjadikan perpecahan. Namun bagi saya, ini perkara yang wajib di bahas, hanya adab dan akhlak cara pembahasan perlu kita perhatikan.

Cukup kita mengetahui suatu perkara dengan jelas, kemudian kita amalkan sejauhmana kemampuan kita. Tanpa harus menghina dan menghukum orang yang berbeda pendapat dengan kita.

Bagaimanakah azan subuh ini diamalkan oleh para Sahabat r.anhum atas petunjuk Rasulullah saw?

Tidak ada perbezaan pendapat dikalangan ulamak tentang adanya dua azan untuk solat subuh, Hanya ulamak berbeda pandangan sama ada meletakkan tastwib / ucapan Asholatu khairum minannaum pada azan pertama atau pada azan kedua.

Ulama-ulama yang mendukung pembacaan tastwib pada azan kedua antara lain Syaikh bin Baaz dan Syaikh Utsaimin. Pada intinya mereka berpendapat bahawa maksud azan pertama didalam hadits adalah azan pertama setelah masuk waktu, iaitu azan itu sendiri, sedangkan azan keduanya adalah iqomat sebagaimana difahami dari hadits “baina kullu adzanaini ashsholat”.

Secara bahasa, tidak ada perbedaan antara makna azan dan iqamah, iaitu seruan atau panggilan. Adapun secara istilah, makna azan dan iqamah berbeza, begitu juga berbeza lafaz-lafaznya. Secara istilah azan bermakna seruan sebagai tanda masuknya waktu solat dengan lafaz-lafaz yang khusus. Adapun iqamah adalah seruan untuk mendirikan sholat dengan lafaz-lafaz yang khusus, tidak sama dengan adzan. 


Dengan itu dapatlah kita pahami bahwa hadis “baina kullu adzanaini ashsholat”
adalah adzan bermakna secara bahasa, iaitu seruan. Bukan atas dasar makna secara istilah. Hadis diatas dapat kita pahami bahwa Nabi s.a.w bersabda yang mafhumnya
"Diantara dua azan ( seruan azan dan iqamah ) terdapat sholat".

Memang terjadi ikhtilaf/ perbezaan pendapat dalam hal ini, iaitu antara ulama-ulama hijaz seperi Syaikh Utsaimin dan Syaikh Bin Baaz dengan ulama-ulama di luar Hijaz seperti Syaikh Al Albani. Namun kita sebagai ahli sunah wal jamah, sepatutnya mengikuti pendapat ulamak yang bersandarkan kepada dalil dan keterangan dari pada amalan Nabi s a w dan para sahabat. Bukan hanya setakat pendapat ulamak sahaja. Pendapat ulamak boleh berbeza, tapi bagaimana Nabi s.a.w dan para sahabat melakukan azan subuh, itu yang kita amalkan.

DALIL-DALIL ADANYA ADZAN PERTAMA SEBELUM MASUK WAKTU SUBUH

Pertama : Dari Umar dan A’isyah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: “Bahwasanya Bilal beradzan di malam hari (sebelum masuk waktu Shubuh). Karena itu makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Mak-tum membaca Adzannya. Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, yang beradzan Shubuh di kala orang mengatakan kepadanya :”Telah pagi, telah pagi.” (Hadits Shahih Riwayat Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Kedua : Dari Ibnu Mas’ud ra me-nerangkan: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur. Ia membacakan adzan masih malam hari (sebelum masuk Shubuh) untuk memberi peringatan kepada orang yang shalat malam dan untuk membangunkan orang yang masih tidur.” (Hadits shahih Riwayat Al Jamaah selain At Tirmidzi)

Ketiga : Dari Abu Mahzurah ra berkata : “Adalah aku membaca adzan fajar yang pertama : hayya ‘alal falah, ash sholatu khairun minan naum, ash sholatu khairun minan naum. Allahu akbar Allahu akbar, laa ilaaha illa Allah (Hadits Riwayat Nasai, kata Ibnu Hazm sanadnya shahih).

Keempat : Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ra berkata: Ibnu Umar berkata: “hendaklah dibaca dalam adzan yang pertama dari Shubuh sesudah hayya alal falah : ash sholatu khairun minan naum dua kali”. (Hadits riwayat At Thabarani dan Al Baihaqi, kata Ibnu Hajar dalam At Talkhish : sanadnya hasan).

Kelima : Dari Abu Sulaiman ia berkata: bahwa Abu Mahdzurah ra membacakan tatswib (ash sholatu khairun minan naum) dalam adzan yang pertama dari sholat shubuh dengan perintah Nabi saw (Hadits riwayat Al Baihaqi).

Pendapat para ulama

1.Imam Al Baihaqi berkata: “Seluruh ulama membenarkan adanya adzan Shubuh yang dikumandangkan sebelum terbit fajar.”
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim berkata : “Para ulama menetapkan, bahwa Bilal ditugaskan membaca adzan sebelum fajar . Sesudah ia membacakan adzannya, duduklah ia menunggu fajar sambil berdzikir. Apabila terbit fajar, ia mengambil wudhu. Sesudah itu dia naik untuk membacakan adzan yang kedua di permulaan fajar (shubuh).

2. Ibnu Hazm di dalam syarah Al Muhalla berkata : “Tidak boleh dilakukan adzan sebelum waktu shalat, selain shalat Shubuh saja. Untuk Shubuh boleh diadzankan dua kali, yang pertama sebelum terbit fajar, yang kedua setelah terbit fajar. Adzan yang kedua tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh dicukupi dengan adzan yang pertama saja. Karena adzan yang pertama untuk sahur, yang kedua untuk shalat.”

3. Dalam Al Majmu Imam Nawawi berkata : “Semua pengikut Syafi’i berpendapat, bahwa menurut sunnah adzan Shubuh dua kali, sekali sebelum fajar dan sekali sesudahnya. Dan amat utama dilakukan oleh dua muadzin. Seorang untuk sebelum shubuh dan seorang sesudah fajar.”

4. Dinukilkan oleh Ibnu Jarir bahwa para ulama telah berijma menetapkan adzan sebelum waktu tidaklah sah. Hendaklah adzan itu dilakukan apabila telah masuk waktu, kecuali untuk shalat shubuh. Untuknya sah dilakukan adzan sebelum waktunya. Demikianlah pendapat Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auzai, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ishaq dan Daud

5. Kata Ash Shan’ani di dalam Subulus Salam: “Hadits Abu Mahdzurah menegaskan bahwa tatswib (ash sholatu khairun minan naum) diucap-kan dalam adzan shubuh yang pertama, bukan dalam adzan yang kedua dan bukan dalam kedua-duanya.”

6. Kata Ibnu Ruslan : “Hadits Abu Mahdzurah telah disahkan sanadnya oleh Ibnu Khuzaimah, karena itu kita dapat menetapkan bahwa tatswib itu dituntut dalam adzan pertama sholat Shubuh, karena adzan itu diucapkan untuk membangunkan orang-orang. Adzan yang kedua untuk memberita-hu masuk waktu shalat, serupa adzan shalat yang lain.”

7. Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auzai, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ishaq, Daud dan jumhur ulama menetapkan : Dua Adzan untuk shalat shubuh.



Sebenarnya dengan melihat dalil-dalil diatas dan keterangan dari para Imam Madzhab, juga para ulama, cukuplah untuk dipahami bahwa memang azan Shubuh dikerjakan dua kali. Iaitu azan pertama ( azan sebelum masuk waktu subuh ), dan azan kedua ( azzan tanda masuk waktu subuh ).

Syaikh Al Bani berkata dalam kitab Tamamul minnah bahwa taswib disyariatkan pada adzan subuh yang pertama ( adzan sebelum masuk waktu subuh ), kira-kira 15 menit sebelum masuk waktu subuh, merujuk kepada hadis :
Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ra berkata: Ibnu Umar berkata: “hendaklah dibaca dalam adzan yang pertama dari Subuh sesudah hayya alal falah : ash sholatu khairun minan naum dua kali”. (Hadits riwayat At Thabarani dan Al Baihaqi, kata Ibnu Hajar dalam At Talkhish : sanadnya hasan).

Bahkan inilah yang menjadi pendapat Imam Syafi’i, yang merupakan Imam Madzhab bagi majoriti penduduk Muslim di Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi dapat kita lihat sendiri bagaimana pengamalan dari warisan Rasulullah saw ini. Berapa masjid di Nusantara ini yang mengamalkan tuntunan Rasulullah ini. Bahkan setelah membaca dalil dan keterangan di atas, masih saja ada yang berkata dengan nada membantah, bahwa hal tersebut bid’ah dan tidak pernah dilakukan oleh sesepuh-sesepuh dan ulama-ulama mereka.




P/s: Semoga kita mendapat hidayah dari Allah  S.W.T agar yang baik menjadi amalan kita dan mendapat keredaan Allah S.W.T


EmoticonEmoticon